Medan, (Analisa). Di tengah hilangnya keteladanan dari pemimpin kita serta laku pemuda yang gemar tawuran semakin menunjukkan betapa penting memperingati Sumpah Pemuda. Bahkan, relevansinya berlangsung sepanjang zaman karena Sumpah Pemuda bukti otentik lahirnya suatu bangsa yang bernama Indonesia. Demikian dituturkan Dr Suprayitno, Ketua Program Studi Ilmu Sejarah Magister, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Jumat, (26/10).
Konteksnya di masa sekarang, ujar Suprayitno, banyak pemuda terlibat tawuran dan aksi kekerasan padahal di masa dulu pemuda adalah pelopor berdirinya bangsa. Jadi memperingati Sumpah Pemuda sesungguhnya memperingati lahirnya bangsa Indonesia. "Sekarang justru terbalik. Generasi muda sangat riskan melakukan tindakan anarki hanya gara-gara hal sepele. Pemuda zaman dulu justru bekerja keras memikirkan persatuan dan kesatuan bangsa, bagaimana membangun demokrasi, dan mnejaga keutuhan negara," jelasnya.
Anehnya lagi, terang dia, tingkah laku generasi muda kini tak lagi mencerminkan dirinya sebagai orang-orang terpelajar. "Tapi," katanya meneruskan, "Apakah ini karena mereka tidak tahu sejarah? Apakah mereka tidak baca sejarah? Apakah mereka tidak diajarkan tentang itu di sekolah?"
Meski demikian, ia mencoba mengidentifikasi apa penyebab pemuda jauh dari gambaran ideal sebagai sosok terpelajar. "Ini mungkin disebabkan jam belajar sejarah di sekolah terlampau sempit atau anak-anak tidak mau belajar sejarah. Bisa juga karena hilangnya keteladanan dari pemimpin masa kini."
Jika sejarah dilupakan dengan mengurangi jam pelajaran, menurutnya ini sungguh berbahaya. "Bagaimana mungkin waktu belajar yang sedikit bisa mengajarkan sejarah secara utuh? Soal sumpah pemuda dan kaitannya dengan pembangunan karakter bangsa dan korupsi? Ini perlu waktu yang cukup untuk mengajarkannya." Ucapnya.
Hilangnya keteladanan
Faktor lain, menurutnya, mengapa generasi muda jauh dari ideal adalah karena hilangnya keteladanan kekinian. "Memberikan teladan dengan melihat sosok-sosok teladan masa lalu itu bagus. Tapi ketika generasi muda sekarang melihat tak ada keteladanan dari pemimpin, mereka kehilangan kepercayaan. Hingga lahirlah sinisme pada Sejarah Sumpah Pemuda. Masalah disiplin misalnya, siapa yang mau kita teladani? Padahal dulu ada gerakan disiplin nasional tapi sekarang siapa yang bisa kita tiru soal kedisiplinan?" gugatnya.
Kemudian ia melanjutkan, kalau dulu ada banyak, sekarang minim, jadinya generasi muda benar-benar kehilangan sosok teladan. Tak heran kalau diantara pemuda mudah tersulut rasa saling curiga itu dikarenakan pemimpin yang disenayan gemar mempertontonkan laku saling curiga atau "tawuran" merebut sumber-sumber negara, sebutlah korupsi.
Oleh sebab itu, Dosen Sejarah USU itu mengingatkan, sumpah pemuda jangan diperingati sebatas seremonial belaka. Tetapi, peringatan itu harus bisa memberi makna mendalam tentang kenbangsaan dan andil kepemudaan. Sehingga yang muda bisa memahami, menghayati, dan mempraktekkan pesan moral yang ada di dalamnya. Sebab, pemuda adalah pilar bangsa, karena itu pelajaran antikorupsi perlu digalakkan lewat sejarah dan budaya sejak masih sekolah dasar. Dan pendidikan antikorupsi itu dilakukan dengan memasukkan muatan-muata antikorupsi di dalam pelajaran sejarah. "Runtuhnya VOC misalnya, harus diceritakan karena korupsi, dan itu ada di sejarah kita." Terangnya.
Ia juga menambahkan, sejak abad kedua bangsa kita (sebelum disebut Indonesia) sebenarnya sudah mengenal yang namanya upeti, gratifikasi, dan hadiah. "Jadi di sejarah kita sejak dulu sudah dikenal korupsi. Artinya korupsi bukanlah cerita baru, tetapi sudah berlangsung sejak ratusan tahun. Di sinilah peran belajar sejarah perlu digencarkan bagi pemuda untuk mengetahui bagaimana sosok teladan masa lalu yang gigih menentang korupsi," katanya menutup pembicaraan.
0 komentar:
Posting Komentar