Dinas Pendidikan Kabupaten Seluma dan Bengkulu Utara mewacanakan tes keperawanan dan kehamilan untuk masuk sekolah tingkat SMA. Namun, hal itu mendapat penolakan dari Jaringan Peduli Perempuan Bengkulu.
Koordinator Jaringan Peduli Perempuan Bengkulu (JPBB) Wahyu Widiastuti mengatakan wacana tersebut menyesatkan sebab hak memperoleh pendidikan sudah dijamin dalam Undang-undang Dasar 1945.
"Wacana ini menyesatkan karena negara bertangungjawab mencerdaskan kehidupan setiap anak bangsa," katanya di Bengkulu, seperti dikutip dari Antara, Selasa (30/10).
Tak hanya itu, wacana tersebut juga dinilai bertentangan dengan Undang-undang nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dan Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Menurutnya, 12 lembaga yang tergabung dalam JPPB dan sejumlah lembaga lainnya, telah menggelar pertemuan terkait persoalan itu.
Wacana tes keperawanan itu sendiri berawal dari kasus pemecatan seorang siswi yang hamil di sebuah sekolah. Dia menilai wacana itu sangat mengkhawatirkan.
"Tes kehamilan dengan dalih tujuan moral, serta peristiwa kebijakan mengeluarkan siswi hamil dari sekolah bukanlah hal yang baru," tambahnya.
Dia menilai rencana itu tak memiliki dasar hukum dan justru melanggar konstitusi. Menurutnya, berdasarkan ilmu kedokteran, rusaknya selaput dara pada wanita dapat dikarenakan berbagai hal, misalnya bersepeda, olah raga, dan aktivitas keras lainnya selain penetrasi seksual.
"Kalau ini dilaksanakan, maka negara telah berkuasa dan mengkontrol tubuh warga negara yang perempuan. Secara psikologis, tes keperawanan tanpa persetujuan anak dan tanpa didampingi orang tua anak bisa menjadi peristiwa traumatis bagi mereka," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar